Thursday, November 29, 2018

MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA, KHUSUSNYA DI JAWA BARAT

sejarah islam indonesia

Pada tahun 1302 Anno Jawa di Pantai PUlau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan Kerajaan Pajajaran yang masing-masing dikepalai oleh seorang Mangkubumi. Ketiga daerah otonom itu adalah :
a.       Singapura/Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi Singapura
b.      Pesambangan, yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati dan
c.       Japura, yang dikepalai oleh Ki Ageng Japura
Ketiga otonom ini mengirimkan bulu bekti/Upeti saban tahunnya kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Di sebelah selatan ( ± KM dari Kota Cirebon sekarang ) ada sebuah kerjaan kecil yang disebut Kerajaan Raja Galuh, dengan Kepala Negaranya bernama Prabu Cakraningrat. Kerajaan ini meliputi pula Palimanan dengan Mangkubuminya Dipati Kiban.
Daerah Palimanan kebetulan perbatasan dengan daerah otonom Pasambangan/Caruban Larang (Caruban Pantai/Pesisir dan Caruban Girang)
Caruban Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai sebuah mercusuar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda)
Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh perahu-perahu pedagang dari berbagai Negara, terutama ketika Ki Ageng Tapa sebagai Syah Bandar Pelabuhan tersebut, antara lain: Pedagang-pedagang dari : Arab, Persi, India, Malaka, Tumasik (Singapore), Paseh, Wangkang/Negara Cina, Jawa Timur, Madura, Palembang dan BUgis/Sulawesi dan lain-lain.
Sebelah Timur dari Pasambangan (±5 Km) ada sebuah daerah pantai yang luas , yang disebut “Kebon Pesisir”. Oleh karena kebon pesisir ini berbatasan dengan Palimanan, maka Kebon Pesisir ini diakui pula sebagai daerah jajahan Kerajaan Galuh. Daerah ini sudah ada penghuninya, ialah seorang nelayan yang bernama Ki Danusela, yang nantinya disebut Ki Gedeng Alang Alang, Kuwu caruban Pertama. Setelah seorang putra mahkota terakhir dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Pangeran Cakrabuana beserta adiknya dan istrinya yang telah memeluk agama Islam yang masing-masing bernama Rara Santang dan Indhang Ayu membangun sebuah dukuh di Kebon Pesisir ini,  yang semula kelak disebut “Syarumban” yang berarti pusat/centrum dari percampuran penduduk dari berbagai daerah, yang selanjutnya disebut “Caruban”, Carbon, Cerbon, Crebon, kemudian Cirebon. OLeh penduduk nya di sebut Negara Gede, yang kemudian di ucapkan menjadi Garage Grage. Sedangkan oleh para Wali Sanga Cirebon di sebut Negara Puser Bumi,Negara yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa. Membangun dukuh ini terjadi pada 1 SURA 1445 M. oleh pangeran cakrabuana. Tahun ini di dapat dari sejak keluarnya Pangeran Cakrabuana.beserta adiknya dari istana Pakuan Pajajaran pada tahun 1442 M., selama 9 bulan dalam perkelanaannya dan Pangeran Cakrabuana waktu berguru di pengguron Islam Syekh Nurul Jati di Gunung Amparan Jati 2 tahun.
Tak lama kemudian setelah Caruban di bawah pemerintah Pangeran Cakrabuana  (sebagai Embah Kuwu Caruban 11, bergelar Cri Mangana), Ibu Kota Caruban Larang ialah Pesambangan pindah ke Caruban. Sejak Ki Ageng Tapa Mangkubumi Singapura wafat, juga secara lambat laun Pelabuhan Muara Jati pun berpindah ke Pelabuhan Cirebon yang sekarang di sebut Pelabuhan Tanjung Mas. Dari sinilah kami, Lembaga Kebudayaan Wilayah 111 Cirebon, berpegang kepada datum (titi mangsa) dari Hari Jadi/Hari Mula Jadi Cirebon sekaligus untuk kotamadya Cirebon dan seluruh wilayah Cirebon pada 1 SURA 1302 Anno Jawa. Dengan sendirinya Cirebon sekarang telah berusia 603 tahun, yaitu dari 1 Sura 1302 A.J – 1906 A.J.
Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon yang bersemayamdi Kraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaanya kepada Sunan Gunung Jati (sinuhun  Jati Purba) seorang kemenakan dan menantu Pangeran Cakrabuana dari Ibu Ratu Mas Rara Santang yang bersuamikan Sultan Mesir yang bernama Sultan Makhmud Syarif Abdullah, seorang keturunan ke-21 dari Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini juga Sunan Gunung Jati menghentikan bulu bekti/upeti kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran
Sejak inilah Cirebon menjadi Negara merdeka yang bercorak Islam. Pula Negara Cirebon menjadi Negara merdeka dan bercorak Islam ini disempurnakan kedaulatannya dengan dikalahkan perangnya Raja Galuh oleh Caruban pada tahun 1528 M.
Setelah wafatnya Prabhu Siliwangi pada tahun 1428 M, Tahta kerajaan, jatuh kepada Pangeran Cakrabuana sebagai putra Mahkotanya. Pangeran Cakrabuana menyerahkan Tahta kerajaan tersebut kepada Sunan Gunung Jati. Sejak inilah kedaulatan Kesultanan Cirebon yang bercorak Islam itu merata ke segenap bekas wilayah Pajajaran dengan perkataan lain Pajajaran adalah awal Cirebon dan Cirebon adalah akhir Pajajaran.
Bukti-bukti atau data-datanya hingga sekarang masih ada di Astana Agung Gunung Jati Cirebon, diantaranya adalah : sebuah Mande Pajajaran/sebuah balai besar yang di tengahnya bercokol/berdiri sebuah kursi singgasana Kerajaan tempat duduk Sang Prabhu, setiap kali membicarakan dan memutuskan soal-soal kenegaraan dengan para pemuka Rakyat dan para Wiku. Ada pula sebuah lampu kerajaan istana Pakuan Pajajaran, yang diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun. Lampu Kerajaan Pakuan Pajajaran ini mempunyai arti simbolik ialah merupakan Nur/Cahaya yang bermakna souverainitas/kedaulatan Kerajaan Pajajaran sejak itu diteruskan oleh Cirebon.
Pada tahun 1526 M. dibangunlah protektorat Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati dengan Kepala Negaranya Pangeran Sabakingkin bergelar Sultan Hasanuddin, seorang putra Sunan Gunung Jati dari Ibu seorang putri Banten.
Setelah wafatnya Sunan Gunung jati pada tahun 1568M, barulah Banten merdeka dan berdaulat.
Siasat strategi penyebaran Agama Islam dari misi-misi Islam, yang kebanyakan tokoh misi-misi Islam ini adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW telah lama direncakan meluas ke Asia Khususnya Asia Tenggara. Setelah Kholifah-kholifah 4 dari Nabi Muhammad SAW dan wafatnya Wali Kutub Syekh Abdul Qodir Jaelani untk daerah Magrib/ daerah barat yang berkedudukan di Baghdad, para tokoh misi-misi Islam ini menghendaki mengangkat seorang Wali Kutub lagi di daerah Masrik/ daerah timur ialah Sunan Gunung Jati berkedudukan di Cirebon.
Tentu saja perjalanan para tokoh/para misi Islam ini dengan perahu-perahu para pedagang yang menyinggahi berbagai tempat, misalnya Gujarat pantai Koromandel, Semenanjung Melayu, Paseh, Cempa, Tumasik, Jawa Timur, dan lain-lain. Tokoh-tokoh misi-misi Islam ini di Jawa disebut para Wali pada umumnya dan “Wali Sanga” pada Khususnya. Justru pulau Jawalah yang harus dikepung oleh tokoh-tokoh misi-misi Islam, oleh karena di Pulau Jawa ada dua kerajaan besar dan kuat, ialah Majapahit dan Pajajaran, yang bercorak bukan Islam (Hindu-Budha), yang kekuasaanya berdasarkan agama tersebut meliputi seluruh Nusantara. Pengepungan terjadi di Utara di semenanjung Melayu, di Barat Kesultanan Aceh dan Palembang, di TImur Kalimantan dan Sulawesi.
Setelah tokoh-tokoh misi-misi Islam ini merasa pengepungannya sudah kuat, maka beberapa tokoh misi-misi Islam ini menerobos masuk ke Pulau Jawa, misalnya Syekh Quro di Karawang, Syekh Nurul Jati di Gunung Jati dan Sunan Ampel Dhenta di Ampel Gading Surabaya.
Permulaan tindakan serempak dari para tokoh dan para misi Islam ini, setelah Cirebon menjadi Negara merdeka bercorak Islam.
Ternyata akhirnya para tokoh misi-misi Islam ini berhasil dengan gilang gemilang pula setelah Kerajaan majapahit jatuh ditangan para Wali dan terbentuknya Kesultanan Demak pada tahun 1517M, sehingga mayoritas penduduk Indonesia kini beragama Islam.
Pada tahun 1479 M. beberapa misi-misi Islam dari Bagdhad, Mekah, Mesir dan Syria (ini adalah wajar sekali beliau-beliau berdatangan dari Barat menilik kelahiran Agama Islam adalah dari sebelah Barat Indonesia adalah Mekah) setelah mereka berkumpul di Pulau Jawa dalam rangka expansi agama Islamnya, membentuk sebuah Dewan Wali Sanga yang diketuai semula oleh Sunan Ampel dan setelah Sunan Ampel wafat, Dewan Wali Sanga ini diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Kemudian pada tahun itu juga Dewan Wali Sanga memproklamirkan Cirebon sebagai Negara yang beragama Islam Merdeka untuk basis penyebaran aga Islamnya.
Tempat persidangan untuk khusus dan umum adalah pada umumnya di Masjid Agung Cirebon yang sekarang.
Adapun personalianya adalah :
Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah sebagai ketua.
1.       Sunan Ampel Almarhum/tidak digantikan
2.       Sunan Bonang
3.       Sunan Undung/setelah gugur digantikan oleh putranya :
Sunan Kudus
4.       Sunan Giri
5.       Sunan Kalijaga
6.       Sunan Muria
7.       Syekh Lemahabang/setelah wafat tidak digantikan.
8.       Syekh Bentong
9.       Syekh Majagung
Sunan Ampel Almarhum tidak mengalami jatuhnya Majapahit dan berdirinya Kesultanan Demak.
Sunan Gunung jati sebagai Kepala Negara Cirebon bergelar:
“Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Penata Agama Awliya Allah Kutubid Zaman Kholifatur Rosullulah SAW”, yang bersemayam di Kraton Pakungwati/Kraton Kasepuhan Ibu Kota Cirebon.
Pada sementara itu di Karawang telah dibuka sebuah Pengguron Islam oleh Syekh Quro, di pantai Palimanan (Cirebon sekarang) di Gunung Jati sebelah Utara Gunung Sembung Cirebon telah timbul Pengguron Ilam dari Syekh Nurul Jati. Kemudian beliau menyerahkan Pengguron itu untuk diteruskan oleh seorang muridnya, Syekh Datuk Khafid, seorang adik dari Pangeran Panjunan hingga wafatnya disitu. Sedangkan di Jawa Timur di Ampel dan Gresik teah dibuka pula Pengguroan Islam oleh Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum tahun 1479M. Sunan Gunung Jati mengembangkan Agama Islam ke berbagai daerah bahkan ke negeri Cina, menetap sementara lama disalah satu Ibu Kota Negara bagian bertetangga dengan ibu kota Peking (ini adalah perpindahan dari ibu kota Kaisar Hung Wu. Ayahanda Kaisar Yung Lo, ialah nanking) dengan memakai nama Maulana Insan Kamil.
Pada satu waktu beliau dapat kehormatan menghadap Kaisar Hong Gie, putra mahkota Kaisar Yung Lo dari Dinasti Ming setelah Yung Lo wafat Hong Gie menggantkan kedudukan ayahandanya putri Ong Tin (1368 M – 1642M). pemerintahannnya dibantu oleh Jendral Cheng Ho dan sekretaris – sekretaris Kerajaan yang beragama Islam, ialah Ma Huan dan Fei Hsin. Kebetulan beliau bertemu pandang dengan seorang putri Kaisar, bernama Ong Tien. Putri ini jatuh cinta pada beliau, akan tetapi Kaisar tidak merestuinya dan Sunan Gunung Jati dipersona non gratakan, lalu ke luar dari negeri Cina terus pulang ke Cirebon. Akan tetapi putri Ong Tien bersikeras tetap pada keinginannya. Kaisar terpaksa mengizinkannya. Dengan membawa barang-barang berharga dari Istana negeri Cina, HOngkong, piring-piring panjang kuno dan lain sebagainya yang sehingga kini masih berada di Astana Agung Gunung Jati Cirebon. Putri bertolak dengan menumpang kapal layar Kerajaan Cina ke negeri Cirebon dengan dikawal oleh Panglima Lie Guan Cang dan nahkoda Lie Guan Hien. Separoh dari pengiringnya bersama Panglima Lie Guan Cang berlayar pulang kembali ke negeri Cina dan singgahsebentar di Palembang.
Setelah dating di Cirebon dari negeri Cina Sunan Gunung Jati menikah dengan putri sulung dari Cri Mangana Embah Kuwu Cirebon yang bernama Ratu Mas Pakungwati, kemudian Cri Mangana menyerahkan seluruh daerah Cirebon kepada Sunan  Gunung Jati. Lalu beliau bertolak ke Luragung dengan maksud meng-Islamkan Raja Luragung dengan seluruh pembesar dan rakyatnya agar dengan sukarela masuk agama Islam dan berhasil.
Selagi Sunan Gunung Jati masih berada di Luragung dengan disertai oleh Raja dan Pembesar-pembesar Negara Luragung, putri Ong Tien berlabuh di Muara Jati Pasambangan Cirebon dan segera menyusuldengan segenap pengiringnya ke Luragung. Setelah dating di Luragung Putri dan pengiringnya masuk agama masuk Islam dan ia beralih nama dengan Ratu Mas Rarasumanding.
Kemudian pernikahan terjadi antara Sunan Gunung Jati dengan Ratu Mas Rarasumanding. Sesudah berese segala-galanya Sunan Gunung Jati dengan istri dikawal oleh pengiring putri yang telah masuk Islam, pulang ke Cirebon. Ratu Mas Rarasumanding tidak panjang usia. Setelah empat tahun menetap di Cirebon Ratu Mas Rarasumanding meninggal dunia tanpa putra dan dimakamkan di Astana Agung Gunung Jati Cirebon. Ia mempunya seoerang anak angkat yang bernama Pangeran Kuningan, seorang Bayi Raja Luragung, hasil tukeran dengan bokor kuningan bawaannya dari negeri Cina, dibesarkan oleh Gdheng Kemuning Kuningan dan kelak menjadi Adipati Kuningan bawahan Cirebon, pula diakui sebagai putra Sunan Gunung Jati.
Kemudian baik dengan perang maupun tanpa perang berturut-turut menggabungkan diri kepada Cirebon: Luragung, Kuningan. Pajajaran, Kawunganten/Banten, Telaga, Rajagaluh, Indramayu, Karawang, dan Sunda Kelapa.
Setelah Pakuan Pajajaran dan setelah agama islam merata di seluruh Jawa Barat, berdirilah dua Negara Islam di Jawa Barat ialah Cirebon dan Banten.
Sebagai Sultan pertama Banten adalah Sultan Hasanuddin, seorang putra Sunan Gunung Jati dari Ibu putri Banten, dengan catatan bahwa Banten berstatus sebuah protektorat Cirebon dan setelah Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568M, barulah Kesultanan Banten merdeka.
Pada tahun 1527M, sebuah armada perang Portugis dipukul mundur oleh gabungan tentara Cirebon dan Demak di bawah komando Panglima-panglima Fadhilah Khan/Faletehan, Pangeran Carbon, Adipati Suranenggala dan Adipati Cangkuang dari Bandar Sunda Kelapa yang kemudian beralih nama dengan Jayakarta sebagai datum dan do’a pula, ialah semoga Negara seterusnya dalam keadaan jaya dan karta/aman.
Sebagai BUpati/Adipati pertama Jayakarta diangkatnya Fadhilah Khan/Faletehan oleh Sunan Gunung Jati.


EmoticonEmoticon