Thursday, November 29, 2018

RIWAYAT SINGKAT KETURUNAN KE-19 KANJENG NABI MUHAMMAD SAW

pangeran nurul alim

Pada awal tahun Masehi 14 ratusan tiga orang putra dari Sayid Jamaluddin Al Husein, seorang keluarga dekat (juga menduduki jabatan tinggu Pemerintahan) Sultan Sulaeman dari Kerajaan Islam Irakk berkedudukan di Bagdhad, ayahanda Pangeran Panjunan, Pangeran Kejaksan, Syarifah Baghdad (Siti Baghdad)dan Syarif Khafid, Jamaluddin AL Husein adalah seorang keturunan kesembilan belas dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW
Ketiga orang Putra tersebut tadi adalah:
1.       Ali Nurrul Alim
2.       Barkat zaenal Alim
3.       Ibrahim Zaenal Akhbar
Beliau masing-masing setelah cukup cakap dalam Ilmu Agama Islamnya, merantau untuk berdakwah Islam sebagai misi-misi Islam perorangan Kerajaan Islam Irak/Bagdhad dalam rangka Expansi agama Islam keluar Kerajaan Irak.
Ali Nurrul ALim melintasi Laut Merah melalui Ismailiyah menetap di Kairo, Ibu Kota Kerajan Mesir, Lambat laut dapat menduduki jabatan tinggi dalam Pemerintahan Kerajaan Mesir.
Barkat Zaenal Alim melalui darat, dating ke Gujarat. Sedangkan Ibrahim Zaenal Akbar dating di Cempa/Kamboja.
Beliau-beliau ini masing-masing telah menetap dan menjadi warga Negara disana. Ali Nurrul Alim mempunyai seoerang putra yang bernama Syarif Abdullah, setelah dewasa, beliau menikah dengan putri mahkota mesir. Setelah ayahanda mahkota mesir wafat, putri mahkota Mesir itu dinobatkan menjadi Sultana Mesir memerintah bersama dengan suaminya ialah Syarif Abdullah diberi gelar Sulthon.
Sultana Mesir itu tidak lama kemudian wafat tanpa putra. Selanjutnya Negara mesir itu dipercayakan kepada Sulthon Makhmud Syarif Abdullah untuk terus memerintahnya oleh seluruh rakyat Negara Mesir. Pada pernikaha kedua beliau dengan Ratu Mas Rarasantang, seorang saudara muda kandung putra mahkota Pajajaran Jawa Barat (PUlau Jawa), ialah Pangeran Cakrabuana, beliau dianugrahi putra dua orang ialah yang tertua Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dan saudara mudanya Syarif Nuruulah.
Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah pada waktunya berhasil mengislamkan seluurh Negara Pajajaran/Jawa Barat dan berhasil juga turut melahirkan Negara beraga Islam Demak di atas wilayah bekas seluruh Negara Majapahit/Jawa Tengah, Jawa Timur. Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah berkedudukan diKraton Pakungwati/Kraton Kasepuhan Ciirebon, pula Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah disamping menjadi Kepala Negara Beragama Islam Cirebon, menjabat pula Ketua Dewan Wali Sanga pulau Jawa, setelah Sunan Ampel Dhenta Susrabaya wafat dan setelah dipulau Jawa berdiri dua Negara beraga Islam Besar, ialah Cirebon dan Demak ini menurut hemat Dewan Wali Sanga telah masak waktunya untuk mengangkat lagi seorang Wali Khutub untuk daerah Masrik/Timur setelah agak lama wafatnya Wali Khutub Syekh Abdul Qodir jaelani uang berkedudukan di Baghdad untuk daerah Magrib/Barat. Jabatan ini oleh Dewan Wali Sanga dipercayakan kepada beliau/Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Adapun Barkat Zaenal Alim mempunyai cucu yang bernama Maulana Makhdar Ibrahim yang setelah dewasa dan cukup cakap Ilmu Agama Islamnya, merantau berda’wah Islam dalam rangka kelanjutan misi Islam kakeknya hingga dating di Basem Paseh/Aceh. Beliau disana menikah dengan putri mahkotanya. Setelah ayahanda putri itu wafat, putri mahkota itu menjadi Sultana di Paseh Aceh dan memerintah bersama dengan suaminya bergelar Sultan Hud/Sultan Huda. Sultan Huda ini, dua orang dari putra putrinya bernama Fadhilah Khan dan Ratu Gandasari. Nama Gandasari ini diperoleh dari Pangeran Cakrabuana waktu beliau pulang setelah menunaikan ibadah haji singgah di Aceh memungut anak seorang bayi dari Sultan huda, yang nantinya setelah dating di Cirebon bayi ini diberi nama Ratu Gandasari yang selanjutnya menetap dan wafat di desa Panguragan dan bernama pula Ibu Gedheng Panguragan.
Setelah pada tahun 1511M. malaka direbut portugis, pada tahun 1521M. Paseh Juga jatuh di tangan Portugis.
Salah seorang ulama Islam dari Paseh seorang putra Sultan Huda yang bernama Fadhilah Khan (menurut lidah portugis nama Fadhilah Khan dilisankan Falatehan), terpaksa mengungsi ke Demak. Sebelumnya ia mengungsi ke Mekah dan Baghdad disamping menunaikan Ibadah Hajinya dan mendalami Ilmu Agama Islamnya bermaksud pula minta dukungan dari Mekah dan Baghdad untuk mengusir balatentara Portugis yang menduduki Aceh. Mengingat tidak tersedianya kapal-kapal dan perlengkapan alat-alat perang dari Mekah dan Baghdad, pula oleh karena terlalu jauh jaraknya, dianjurkan Fadhilah Khan/Falatehan untuk dating di Pulau Jawa, oleh karena di Pulau Jawa sudah ada dua Negara Besar yang beragama Islam ialah Cirebon dan Demak, yang sedang mencapai Kejayaanya pada waktu itu. Di Demak ia menikah dengan salah seorang adik dari Sultan Trenggono/Sultan Demak III yang bernama Ratu Pulung. Di Demak beliau menjadi Jendral Pertama tentara Negara Demak.
Pada tahun 1524M di Cirebon beliau menikah dengan Ratu Ayu seorang putri dai SUnan Gunung Jati Syarif Hidayatullah, pula seorang janda dari almarhum Sultan Demak II (Pangeran Sabrang Lor). Pada tahun 1526M Fadhilah khan/Falatehan, Pangeran Carbon seorang putra Pangeran Cakrabuana, Dipati Keling (Dipati Suranenggala) dan DIpati Cangkuang memimpin Tentara Islam Gabungan Cirebon dan Demak atas perintah SUnan Gunung Jati Syarif HIdayatullah dan Sultan Trenggono/Sultan Demak III, berperang di Banten bawahan Pakuan Pajajaran memebantu pemberontakan Pangeran Hasanuddin, ia adalah seorang putra Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dari seorang putri Banten, Ratu Kawunganten dengan berahsil. Kemudian Pangeran Hasanuddin diangkat oleh ayahandanya menjadi sultan banten pertama. Sedangkan pada tahun 1527M. Fadhilah Khan, Pangeran Carbon, Dipati Suranenggala dan Dipati Cangkuang dapat menaklukan Sunda Kelapa bawahan Pakuan Pajajaran, juga setelah itu Faletehan diangkat menjadi Bupati Sunda Kelapa yang beralih nama Jayakarta sebagai wakil dan Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.
Masih dalam tahun 1527M. Tentara Islam Gabungan Cirebon dan Demak itu dibawah komando Faletehan, Pangeran Carbon, Dipati Suranenggala dan Dipati Cangkuang berhasil mengusir armada perang Portugis dari pelabuhan Jayakarta.
Pada tahun 1546M. Faletehan bersama sultan Trenggono berperang di Jawa Timur. Sultan Trenggono gugur disana. Faletehan pulang ke Cirebon, selanjutnya meneruskan jabatannya sebagai Bupati di Jayakarta.
Pada tahun 1552M. beliau mewakili Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah di Cirebon, karena Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah sedang bertabligh di seluruh Pajajaran.
Adapaun Faletehan dilahirkan pada tahun 1490M. di Paseh dan wafat kebetulan sedang di Cirebon pada tahun 1570M. sedangkan Sunan Gunung jati Syarif Hidayatullah dilahirkan di Mekah pada tahun 1448M. dan wafat di Cirebon pada tahun 1568M. jenazahnya dikebumikan dipuncak gunung sembung/Astana Agung GUnung jati Cirebon dan Faletehan/Fadhilah Khan dikebumikan juga disana disebelah TImur makam Sunan GUnung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.
Nama lengkap dari Fadhilah Khan/Faletehan adalah Maulana Fadhilah Khan AL Paseh ibnu Maulana Makhdar Ibrahim al Gujarat.
Adapun Ibrahim Zaenal Akbar salah seorang putranya ialah Ali Rakhmatullah yang mendarat ke jawa dalam rangka melanjutkan misi Islam ayahandanya berda’wah agama Islam menikah dengan seorang putri Tumenggung Wilatikta Tuban. Selanjutnya setelah gagal menganjurkan memeluk agama Islam kepada Prabhu Brawijaya Kertabumi/Raja Terakhir Negara Majapahit, ayahanda dari panembahan Djim Boen/ Raden Patah Sultan Demak Pertama (dalam kejadian ini Ali Rakhmatullah hampir saja membayar dengan jiwanya), menetap di Ampel Dhenta – Surabaya, membangun Pengguron Besar Islamnya dan bergelar Sunan Ampel Dhenta, sambil menunggu timing yang tepat untuk mengislamkan seluruh Majapahit.
Waktu yang tepat ini direncanakan dan diputuskan oleh Dewan Wali Sanga yang pada permulaanya diketuai oleh SUnan Ampel Dhenta ialah pada Dhohirnya Raden Patah yang dibesarkan dan dipelihara dan dibangun jiwa keislamannya oleh Arya Damar/Arya Dillah Sultan Palembang. Jadi penjatuhan Negara Majapahit dan pembangunan Kesultanan Demak itu telah dipersiapkan perencanaanya sampai masak dari A sampai Z hingga berhasil oleh Dewan Wali Sanga yang diketuai permulaanya oleh Sunan Ampel Dhenta dan setelah beliau wafat dilanjutkan oleh Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.   


EmoticonEmoticon