Thursday, November 29, 2018

RIWAYAT SINGKAT KETURUNAN KE-19 KANJENG NABI MUHAMMAD SAW

pangeran nurul alim

Pada awal tahun Masehi 14 ratusan tiga orang putra dari Sayid Jamaluddin Al Husein, seorang keluarga dekat (juga menduduki jabatan tinggu Pemerintahan) Sultan Sulaeman dari Kerajaan Islam Irakk berkedudukan di Bagdhad, ayahanda Pangeran Panjunan, Pangeran Kejaksan, Syarifah Baghdad (Siti Baghdad)dan Syarif Khafid, Jamaluddin AL Husein adalah seorang keturunan kesembilan belas dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW
Ketiga orang Putra tersebut tadi adalah:
1.       Ali Nurrul Alim
2.       Barkat zaenal Alim
3.       Ibrahim Zaenal Akhbar
Beliau masing-masing setelah cukup cakap dalam Ilmu Agama Islamnya, merantau untuk berdakwah Islam sebagai misi-misi Islam perorangan Kerajaan Islam Irak/Bagdhad dalam rangka Expansi agama Islam keluar Kerajaan Irak.
Ali Nurrul ALim melintasi Laut Merah melalui Ismailiyah menetap di Kairo, Ibu Kota Kerajan Mesir, Lambat laut dapat menduduki jabatan tinggi dalam Pemerintahan Kerajaan Mesir.
Barkat Zaenal Alim melalui darat, dating ke Gujarat. Sedangkan Ibrahim Zaenal Akbar dating di Cempa/Kamboja.
Beliau-beliau ini masing-masing telah menetap dan menjadi warga Negara disana. Ali Nurrul Alim mempunyai seoerang putra yang bernama Syarif Abdullah, setelah dewasa, beliau menikah dengan putri mahkota mesir. Setelah ayahanda mahkota mesir wafat, putri mahkota Mesir itu dinobatkan menjadi Sultana Mesir memerintah bersama dengan suaminya ialah Syarif Abdullah diberi gelar Sulthon.
Sultana Mesir itu tidak lama kemudian wafat tanpa putra. Selanjutnya Negara mesir itu dipercayakan kepada Sulthon Makhmud Syarif Abdullah untuk terus memerintahnya oleh seluruh rakyat Negara Mesir. Pada pernikaha kedua beliau dengan Ratu Mas Rarasantang, seorang saudara muda kandung putra mahkota Pajajaran Jawa Barat (PUlau Jawa), ialah Pangeran Cakrabuana, beliau dianugrahi putra dua orang ialah yang tertua Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dan saudara mudanya Syarif Nuruulah.
Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah pada waktunya berhasil mengislamkan seluurh Negara Pajajaran/Jawa Barat dan berhasil juga turut melahirkan Negara beraga Islam Demak di atas wilayah bekas seluruh Negara Majapahit/Jawa Tengah, Jawa Timur. Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah berkedudukan diKraton Pakungwati/Kraton Kasepuhan Ciirebon, pula Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah disamping menjadi Kepala Negara Beragama Islam Cirebon, menjabat pula Ketua Dewan Wali Sanga pulau Jawa, setelah Sunan Ampel Dhenta Susrabaya wafat dan setelah dipulau Jawa berdiri dua Negara beraga Islam Besar, ialah Cirebon dan Demak ini menurut hemat Dewan Wali Sanga telah masak waktunya untuk mengangkat lagi seorang Wali Khutub untuk daerah Masrik/Timur setelah agak lama wafatnya Wali Khutub Syekh Abdul Qodir jaelani uang berkedudukan di Baghdad untuk daerah Magrib/Barat. Jabatan ini oleh Dewan Wali Sanga dipercayakan kepada beliau/Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Adapun Barkat Zaenal Alim mempunyai cucu yang bernama Maulana Makhdar Ibrahim yang setelah dewasa dan cukup cakap Ilmu Agama Islamnya, merantau berda’wah Islam dalam rangka kelanjutan misi Islam kakeknya hingga dating di Basem Paseh/Aceh. Beliau disana menikah dengan putri mahkotanya. Setelah ayahanda putri itu wafat, putri mahkota itu menjadi Sultana di Paseh Aceh dan memerintah bersama dengan suaminya bergelar Sultan Hud/Sultan Huda. Sultan Huda ini, dua orang dari putra putrinya bernama Fadhilah Khan dan Ratu Gandasari. Nama Gandasari ini diperoleh dari Pangeran Cakrabuana waktu beliau pulang setelah menunaikan ibadah haji singgah di Aceh memungut anak seorang bayi dari Sultan huda, yang nantinya setelah dating di Cirebon bayi ini diberi nama Ratu Gandasari yang selanjutnya menetap dan wafat di desa Panguragan dan bernama pula Ibu Gedheng Panguragan.
Setelah pada tahun 1511M. malaka direbut portugis, pada tahun 1521M. Paseh Juga jatuh di tangan Portugis.
Salah seorang ulama Islam dari Paseh seorang putra Sultan Huda yang bernama Fadhilah Khan (menurut lidah portugis nama Fadhilah Khan dilisankan Falatehan), terpaksa mengungsi ke Demak. Sebelumnya ia mengungsi ke Mekah dan Baghdad disamping menunaikan Ibadah Hajinya dan mendalami Ilmu Agama Islamnya bermaksud pula minta dukungan dari Mekah dan Baghdad untuk mengusir balatentara Portugis yang menduduki Aceh. Mengingat tidak tersedianya kapal-kapal dan perlengkapan alat-alat perang dari Mekah dan Baghdad, pula oleh karena terlalu jauh jaraknya, dianjurkan Fadhilah Khan/Falatehan untuk dating di Pulau Jawa, oleh karena di Pulau Jawa sudah ada dua Negara Besar yang beragama Islam ialah Cirebon dan Demak, yang sedang mencapai Kejayaanya pada waktu itu. Di Demak ia menikah dengan salah seorang adik dari Sultan Trenggono/Sultan Demak III yang bernama Ratu Pulung. Di Demak beliau menjadi Jendral Pertama tentara Negara Demak.
Pada tahun 1524M di Cirebon beliau menikah dengan Ratu Ayu seorang putri dai SUnan Gunung Jati Syarif Hidayatullah, pula seorang janda dari almarhum Sultan Demak II (Pangeran Sabrang Lor). Pada tahun 1526M Fadhilah khan/Falatehan, Pangeran Carbon seorang putra Pangeran Cakrabuana, Dipati Keling (Dipati Suranenggala) dan DIpati Cangkuang memimpin Tentara Islam Gabungan Cirebon dan Demak atas perintah SUnan Gunung Jati Syarif HIdayatullah dan Sultan Trenggono/Sultan Demak III, berperang di Banten bawahan Pakuan Pajajaran memebantu pemberontakan Pangeran Hasanuddin, ia adalah seorang putra Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dari seorang putri Banten, Ratu Kawunganten dengan berahsil. Kemudian Pangeran Hasanuddin diangkat oleh ayahandanya menjadi sultan banten pertama. Sedangkan pada tahun 1527M. Fadhilah Khan, Pangeran Carbon, Dipati Suranenggala dan Dipati Cangkuang dapat menaklukan Sunda Kelapa bawahan Pakuan Pajajaran, juga setelah itu Faletehan diangkat menjadi Bupati Sunda Kelapa yang beralih nama Jayakarta sebagai wakil dan Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.
Masih dalam tahun 1527M. Tentara Islam Gabungan Cirebon dan Demak itu dibawah komando Faletehan, Pangeran Carbon, Dipati Suranenggala dan Dipati Cangkuang berhasil mengusir armada perang Portugis dari pelabuhan Jayakarta.
Pada tahun 1546M. Faletehan bersama sultan Trenggono berperang di Jawa Timur. Sultan Trenggono gugur disana. Faletehan pulang ke Cirebon, selanjutnya meneruskan jabatannya sebagai Bupati di Jayakarta.
Pada tahun 1552M. beliau mewakili Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah di Cirebon, karena Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah sedang bertabligh di seluruh Pajajaran.
Adapaun Faletehan dilahirkan pada tahun 1490M. di Paseh dan wafat kebetulan sedang di Cirebon pada tahun 1570M. sedangkan Sunan Gunung jati Syarif Hidayatullah dilahirkan di Mekah pada tahun 1448M. dan wafat di Cirebon pada tahun 1568M. jenazahnya dikebumikan dipuncak gunung sembung/Astana Agung GUnung jati Cirebon dan Faletehan/Fadhilah Khan dikebumikan juga disana disebelah TImur makam Sunan GUnung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.
Nama lengkap dari Fadhilah Khan/Faletehan adalah Maulana Fadhilah Khan AL Paseh ibnu Maulana Makhdar Ibrahim al Gujarat.
Adapun Ibrahim Zaenal Akbar salah seorang putranya ialah Ali Rakhmatullah yang mendarat ke jawa dalam rangka melanjutkan misi Islam ayahandanya berda’wah agama Islam menikah dengan seorang putri Tumenggung Wilatikta Tuban. Selanjutnya setelah gagal menganjurkan memeluk agama Islam kepada Prabhu Brawijaya Kertabumi/Raja Terakhir Negara Majapahit, ayahanda dari panembahan Djim Boen/ Raden Patah Sultan Demak Pertama (dalam kejadian ini Ali Rakhmatullah hampir saja membayar dengan jiwanya), menetap di Ampel Dhenta – Surabaya, membangun Pengguron Besar Islamnya dan bergelar Sunan Ampel Dhenta, sambil menunggu timing yang tepat untuk mengislamkan seluruh Majapahit.
Waktu yang tepat ini direncanakan dan diputuskan oleh Dewan Wali Sanga yang pada permulaanya diketuai oleh SUnan Ampel Dhenta ialah pada Dhohirnya Raden Patah yang dibesarkan dan dipelihara dan dibangun jiwa keislamannya oleh Arya Damar/Arya Dillah Sultan Palembang. Jadi penjatuhan Negara Majapahit dan pembangunan Kesultanan Demak itu telah dipersiapkan perencanaanya sampai masak dari A sampai Z hingga berhasil oleh Dewan Wali Sanga yang diketuai permulaanya oleh Sunan Ampel Dhenta dan setelah beliau wafat dilanjutkan oleh Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.   
Read More

SILSILAH SUNAN GUNUNG JATI SYARIF HIDAYATULLAH, FADHILAH KHAN/FALATEHAN DAN SUNAN AMPEL DHENTA.


1.       
sunan gunung jati cirebon


NABI MUHAMMAD SAW
1.       Siti Fatimah binti Muhammad SAW + Sayidina Ali bin Abi Thalib
2.       Husein Assabti
3.       Jaenal Abidin
4.       Muhammad Al Bakir
5.       Jaffar Soddiq
6.       Kasim Al Kamil ( Ali Al Uraid)
7.       Muhammad An Nagib (Idris)
8.       Isa Al Basri (Al Bakir)
9.       Akhmad Al Muhajir
10.   Ubaidillah
11.   Muhammad
12.   Alwi
13.   Ali Al Gajam
14.   Muhammad
15.   Alwi Amir Faqih
16.   Abdul malik
17.   Abdullah Khan Nuddin (Amir)
18.   Al Amir Akhmad Syekh jallaluddin
19.   Jamaluddin Al Husein
A.
B.
C.
                A. 20. Ali Nurrul Alim
                     21. Syarif Abdullah
                     22. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
                     23. a. Pangeran Pasarean        23. b. Sultan Banten Hasanuddin
                B. 20. Barkat Zaenal Alim
                    21. a. Abdul Gafur                        21.b. Akhmad Zaenal ALim
                    22. a. Makhdar Ibrahim             22.b. Abdurakhman Rumi
                    23. a. Fadhilah Khan Al Paseh  23. b. Syarif Syam/Syekh Magelung
                                Ibnu Maulana Makhdar
                                Ibrahim AL Gujarat/Faletehan
                          b. Ratu Mas Gandasari/Nyi Mas Panguragan
                C. 20. Ibrahim Zaenal Akbar
                     21.a. Ali Rakhmatullah Sunan Ampel                   21.b. Ali Musada
                     21.a. Sunan Bonang                                                   22.b. Maulana Ishak
                     23.a. Sunan Drajat                                                      23.b. Sunan Giri
  
Sumber :
1.       Kitab Purwaka Caruban Nagari, Tulisan Jawa, Bahasa Kawi Carbon, ditulis oleh Pangeran Arya Carbon tahun 1720M
2.       Kitab Hidmatil Asyirah, tulisan dan bahasa Arab oleh Al Ustadz Sayid Akhmad bin Abdullah Assegaf.






Read More

CARUBAN/CIREBON

Pada suatu haridatanglah tiga orang putra dan mantu Prabhu Siliwangi, Raja terakhir Pakuan Pajajaran di Jawa Barat ialah Pangeran Cakrabuana, Ratu Mas Rarasantang dan Ibu Indhang Ayu, masuk Islam dan berguru kepada Syekh Nurul Jati di Gunung jati Pasambangan Cirebon. Setelah tamat ketiga murid ini diperintah oleh rama guru Babayaksa dedukuh kilometer ke selatan.Lalu beliau-beliau itu turun gunung dan setelah 5 km menyusur pantai ke selatan, beliau-beliau menjumpai satu-satunya rumah seorang nelayan bernama Ki Gedheng Alang-alang pada tahun 1445M.

sejarah cirebon


Rumahnya disebut WITANA, yang berarti awit ana umah, permulaan ada rumah terletak di kompleks Lemahwungkuk Cirebon,yang mana dengan perinciannya berturut-turut: Witana menjadi Kraton Kanoman ruangan mengurus rakyat menjadi balai Desa Lemahwungkuk, gebyok Kebon Pesisir menjadi Gedung Kaprabonan dan lunjuk/gubuk Kebon Pesisir Pengguron Caruban/secretariat Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon.Dilunjuk ini dulunya Pangeran Cakrabuana sering memberi santapan rohani kepada murid-muridnya di antaranya dari Rajagaluh.

Untuk keperluan air minum dan mencuci ikan, terutama udang carbon dari laut, Pangeran Cakrabuana membuat sebuah sumur, yang disebut Sumur Si Jambe, oleh karena dulunya sumur itu diayomi oleh sebuah pohon jambe yang sekarang sudah tidak ada, airnya tidak asin walaupun berada waktu dulu di pinggir pantai sekali, kemudian disebut sumur SEKARAN, oleh karena tadinya airnya selanjutnya khusus dipakai untuk mencuci bunga-bunga/sekar untuk didtaburkan kepada makam Sunan Gunung Jati dan lain-lainnya di Astana Agung Gunung Jati dengan iring-iringan resmi, diselenggarakan dan “start” dari kraton Kanoman mengawali waktu-waktu tertentu, diantaranya Grebeg Mulud, Sawalan (hari tanggal 8 setelah Idul Fitri) dan Idul Adha. Keunikan iring-iringan resmi traditional ini adalah harus berlalu di tengah-tengah jalan besardan tidak boleh minggir biarpun berpapasan dengan siapa saja dengan kendaran apa saja. Sebaliknya merekalah yang harus minggir atau berhenti menunggu di pinggir jalan. Oleh karenanya ada seorang Residen Belanda Yang berkeberatan (Pieter Waalbeck tahun 1880-an), lalu mengeluarkan larangan halus dengan menganjurkan seyogyanya pencucian bunga-bunga itu dilakukan di salah sebuah sumur di Astana Agung Gunung Jati saja. Sejak inilah iring-iringan itu berhenti dan pencucian selanjutnya dilakukan hingga sekarang disana. Ketiga putra-putri itu dijadikan anak-anak angkat Ki Gedheng Alang-alang dan menjadi ahli warisnya.

Pada ahad kliwon 1 sura tahun 1445M, mereka membabat hutan rawa belukar sekitarnya untuk dijadikan kebon dan lading. Pula mereka mendirikan industri-rumah terasi dan blendrang (masakan cai/air rebon) dengan alat lumping dan alu batu besar. Lumpang dan alu batu besar ini masih berada di pinggir alun-alun Kanoman, dan saban muludan masih diperingati secara tradisi. Tidak lama kemudian Pangeran Cakrabuana mendirikan Tajug Jami ( sebelum Masjid Agung Cirebon yang sekarang) yang disebut Tajug Pejlagrahan, yang sekarnag masih ada di kampong Grubugan/Sitimulya. Inilah semua purwanya/cikal bakal Kotamadya Cirebon. Kemudian barulah dibangun berturut-turut : Kraton Pakungwati/KRaton Kasepuhan dan Masjid Agung Cirebon.

Lama kelamaan menjadi ini terdengar oleh rakyat Pesambangan,Rajagaluh dan Palimanan. Mereka berduyun-duyun membeli terasi dan Cai Rebon/petisss blendrang. Sejak inilah dukuh itu disebut orang dukuh Cirebon, pada tahun 1447M. Yang menjadi pikuat atau Kuwu orang mengangkatnya Ki Gedheng Alang-alang dan agamanya seluruh dukuh Cirebon adalah Islam. Permulaan ada daerah Islam di Pulau Jawa (yang telah ada hanya pesantren-pesantren saja, bukan daerah). Ki gedheng Alang-alang pulalah yang menjadi penghuni dan Kuwu pertama di kota Cirebon sekarang. Setelah Ki Gedheng Alang-alang wafat, Pangeran Cakrabuana diangkat oleh rakyat menjadi embah Kuwu Dukuh Cirebon dengan gelar Cri Mangana. Kemudian mereka bertiga menghadap gurunya dan setelah diterima baktinya, mereka berdua diperintah oleh Gurunya menunaikan Ibadah haji ke Mekah, Ibu Indhang Geulis oleh karena sedang mengandung ditinggalkan tunggu rumah. Dari sinilah lantaranya Ratu Mas Rarasantang mendapat jodoh dengan Sultan makhmud Syarif Abdullah, Sultan Mesir.   
Read More

MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA, KHUSUSNYA DI JAWA BARAT

sejarah islam indonesia

Pada tahun 1302 Anno Jawa di Pantai PUlau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan Kerajaan Pajajaran yang masing-masing dikepalai oleh seorang Mangkubumi. Ketiga daerah otonom itu adalah :
a.       Singapura/Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi Singapura
b.      Pesambangan, yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati dan
c.       Japura, yang dikepalai oleh Ki Ageng Japura
Ketiga otonom ini mengirimkan bulu bekti/Upeti saban tahunnya kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Di sebelah selatan ( ± KM dari Kota Cirebon sekarang ) ada sebuah kerjaan kecil yang disebut Kerajaan Raja Galuh, dengan Kepala Negaranya bernama Prabu Cakraningrat. Kerajaan ini meliputi pula Palimanan dengan Mangkubuminya Dipati Kiban.
Daerah Palimanan kebetulan perbatasan dengan daerah otonom Pasambangan/Caruban Larang (Caruban Pantai/Pesisir dan Caruban Girang)
Caruban Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai sebuah mercusuar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda)
Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh perahu-perahu pedagang dari berbagai Negara, terutama ketika Ki Ageng Tapa sebagai Syah Bandar Pelabuhan tersebut, antara lain: Pedagang-pedagang dari : Arab, Persi, India, Malaka, Tumasik (Singapore), Paseh, Wangkang/Negara Cina, Jawa Timur, Madura, Palembang dan BUgis/Sulawesi dan lain-lain.
Sebelah Timur dari Pasambangan (±5 Km) ada sebuah daerah pantai yang luas , yang disebut “Kebon Pesisir”. Oleh karena kebon pesisir ini berbatasan dengan Palimanan, maka Kebon Pesisir ini diakui pula sebagai daerah jajahan Kerajaan Galuh. Daerah ini sudah ada penghuninya, ialah seorang nelayan yang bernama Ki Danusela, yang nantinya disebut Ki Gedeng Alang Alang, Kuwu caruban Pertama. Setelah seorang putra mahkota terakhir dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Pangeran Cakrabuana beserta adiknya dan istrinya yang telah memeluk agama Islam yang masing-masing bernama Rara Santang dan Indhang Ayu membangun sebuah dukuh di Kebon Pesisir ini,  yang semula kelak disebut “Syarumban” yang berarti pusat/centrum dari percampuran penduduk dari berbagai daerah, yang selanjutnya disebut “Caruban”, Carbon, Cerbon, Crebon, kemudian Cirebon. OLeh penduduk nya di sebut Negara Gede, yang kemudian di ucapkan menjadi Garage Grage. Sedangkan oleh para Wali Sanga Cirebon di sebut Negara Puser Bumi,Negara yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa. Membangun dukuh ini terjadi pada 1 SURA 1445 M. oleh pangeran cakrabuana. Tahun ini di dapat dari sejak keluarnya Pangeran Cakrabuana.beserta adiknya dari istana Pakuan Pajajaran pada tahun 1442 M., selama 9 bulan dalam perkelanaannya dan Pangeran Cakrabuana waktu berguru di pengguron Islam Syekh Nurul Jati di Gunung Amparan Jati 2 tahun.
Tak lama kemudian setelah Caruban di bawah pemerintah Pangeran Cakrabuana  (sebagai Embah Kuwu Caruban 11, bergelar Cri Mangana), Ibu Kota Caruban Larang ialah Pesambangan pindah ke Caruban. Sejak Ki Ageng Tapa Mangkubumi Singapura wafat, juga secara lambat laun Pelabuhan Muara Jati pun berpindah ke Pelabuhan Cirebon yang sekarang di sebut Pelabuhan Tanjung Mas. Dari sinilah kami, Lembaga Kebudayaan Wilayah 111 Cirebon, berpegang kepada datum (titi mangsa) dari Hari Jadi/Hari Mula Jadi Cirebon sekaligus untuk kotamadya Cirebon dan seluruh wilayah Cirebon pada 1 SURA 1302 Anno Jawa. Dengan sendirinya Cirebon sekarang telah berusia 603 tahun, yaitu dari 1 Sura 1302 A.J – 1906 A.J.
Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon yang bersemayamdi Kraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaanya kepada Sunan Gunung Jati (sinuhun  Jati Purba) seorang kemenakan dan menantu Pangeran Cakrabuana dari Ibu Ratu Mas Rara Santang yang bersuamikan Sultan Mesir yang bernama Sultan Makhmud Syarif Abdullah, seorang keturunan ke-21 dari Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini juga Sunan Gunung Jati menghentikan bulu bekti/upeti kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran
Sejak inilah Cirebon menjadi Negara merdeka yang bercorak Islam. Pula Negara Cirebon menjadi Negara merdeka dan bercorak Islam ini disempurnakan kedaulatannya dengan dikalahkan perangnya Raja Galuh oleh Caruban pada tahun 1528 M.
Setelah wafatnya Prabhu Siliwangi pada tahun 1428 M, Tahta kerajaan, jatuh kepada Pangeran Cakrabuana sebagai putra Mahkotanya. Pangeran Cakrabuana menyerahkan Tahta kerajaan tersebut kepada Sunan Gunung Jati. Sejak inilah kedaulatan Kesultanan Cirebon yang bercorak Islam itu merata ke segenap bekas wilayah Pajajaran dengan perkataan lain Pajajaran adalah awal Cirebon dan Cirebon adalah akhir Pajajaran.
Bukti-bukti atau data-datanya hingga sekarang masih ada di Astana Agung Gunung Jati Cirebon, diantaranya adalah : sebuah Mande Pajajaran/sebuah balai besar yang di tengahnya bercokol/berdiri sebuah kursi singgasana Kerajaan tempat duduk Sang Prabhu, setiap kali membicarakan dan memutuskan soal-soal kenegaraan dengan para pemuka Rakyat dan para Wiku. Ada pula sebuah lampu kerajaan istana Pakuan Pajajaran, yang diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun. Lampu Kerajaan Pakuan Pajajaran ini mempunyai arti simbolik ialah merupakan Nur/Cahaya yang bermakna souverainitas/kedaulatan Kerajaan Pajajaran sejak itu diteruskan oleh Cirebon.
Pada tahun 1526 M. dibangunlah protektorat Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati dengan Kepala Negaranya Pangeran Sabakingkin bergelar Sultan Hasanuddin, seorang putra Sunan Gunung Jati dari Ibu seorang putri Banten.
Setelah wafatnya Sunan Gunung jati pada tahun 1568M, barulah Banten merdeka dan berdaulat.
Siasat strategi penyebaran Agama Islam dari misi-misi Islam, yang kebanyakan tokoh misi-misi Islam ini adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW telah lama direncakan meluas ke Asia Khususnya Asia Tenggara. Setelah Kholifah-kholifah 4 dari Nabi Muhammad SAW dan wafatnya Wali Kutub Syekh Abdul Qodir Jaelani untk daerah Magrib/ daerah barat yang berkedudukan di Baghdad, para tokoh misi-misi Islam ini menghendaki mengangkat seorang Wali Kutub lagi di daerah Masrik/ daerah timur ialah Sunan Gunung Jati berkedudukan di Cirebon.
Tentu saja perjalanan para tokoh/para misi Islam ini dengan perahu-perahu para pedagang yang menyinggahi berbagai tempat, misalnya Gujarat pantai Koromandel, Semenanjung Melayu, Paseh, Cempa, Tumasik, Jawa Timur, dan lain-lain. Tokoh-tokoh misi-misi Islam ini di Jawa disebut para Wali pada umumnya dan “Wali Sanga” pada Khususnya. Justru pulau Jawalah yang harus dikepung oleh tokoh-tokoh misi-misi Islam, oleh karena di Pulau Jawa ada dua kerajaan besar dan kuat, ialah Majapahit dan Pajajaran, yang bercorak bukan Islam (Hindu-Budha), yang kekuasaanya berdasarkan agama tersebut meliputi seluruh Nusantara. Pengepungan terjadi di Utara di semenanjung Melayu, di Barat Kesultanan Aceh dan Palembang, di TImur Kalimantan dan Sulawesi.
Setelah tokoh-tokoh misi-misi Islam ini merasa pengepungannya sudah kuat, maka beberapa tokoh misi-misi Islam ini menerobos masuk ke Pulau Jawa, misalnya Syekh Quro di Karawang, Syekh Nurul Jati di Gunung Jati dan Sunan Ampel Dhenta di Ampel Gading Surabaya.
Permulaan tindakan serempak dari para tokoh dan para misi Islam ini, setelah Cirebon menjadi Negara merdeka bercorak Islam.
Ternyata akhirnya para tokoh misi-misi Islam ini berhasil dengan gilang gemilang pula setelah Kerajaan majapahit jatuh ditangan para Wali dan terbentuknya Kesultanan Demak pada tahun 1517M, sehingga mayoritas penduduk Indonesia kini beragama Islam.
Pada tahun 1479 M. beberapa misi-misi Islam dari Bagdhad, Mekah, Mesir dan Syria (ini adalah wajar sekali beliau-beliau berdatangan dari Barat menilik kelahiran Agama Islam adalah dari sebelah Barat Indonesia adalah Mekah) setelah mereka berkumpul di Pulau Jawa dalam rangka expansi agama Islamnya, membentuk sebuah Dewan Wali Sanga yang diketuai semula oleh Sunan Ampel dan setelah Sunan Ampel wafat, Dewan Wali Sanga ini diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Kemudian pada tahun itu juga Dewan Wali Sanga memproklamirkan Cirebon sebagai Negara yang beragama Islam Merdeka untuk basis penyebaran aga Islamnya.
Tempat persidangan untuk khusus dan umum adalah pada umumnya di Masjid Agung Cirebon yang sekarang.
Adapun personalianya adalah :
Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah sebagai ketua.
1.       Sunan Ampel Almarhum/tidak digantikan
2.       Sunan Bonang
3.       Sunan Undung/setelah gugur digantikan oleh putranya :
Sunan Kudus
4.       Sunan Giri
5.       Sunan Kalijaga
6.       Sunan Muria
7.       Syekh Lemahabang/setelah wafat tidak digantikan.
8.       Syekh Bentong
9.       Syekh Majagung
Sunan Ampel Almarhum tidak mengalami jatuhnya Majapahit dan berdirinya Kesultanan Demak.
Sunan Gunung jati sebagai Kepala Negara Cirebon bergelar:
“Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Penata Agama Awliya Allah Kutubid Zaman Kholifatur Rosullulah SAW”, yang bersemayam di Kraton Pakungwati/Kraton Kasepuhan Ibu Kota Cirebon.
Pada sementara itu di Karawang telah dibuka sebuah Pengguron Islam oleh Syekh Quro, di pantai Palimanan (Cirebon sekarang) di Gunung Jati sebelah Utara Gunung Sembung Cirebon telah timbul Pengguron Ilam dari Syekh Nurul Jati. Kemudian beliau menyerahkan Pengguron itu untuk diteruskan oleh seorang muridnya, Syekh Datuk Khafid, seorang adik dari Pangeran Panjunan hingga wafatnya disitu. Sedangkan di Jawa Timur di Ampel dan Gresik teah dibuka pula Pengguroan Islam oleh Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum tahun 1479M. Sunan Gunung Jati mengembangkan Agama Islam ke berbagai daerah bahkan ke negeri Cina, menetap sementara lama disalah satu Ibu Kota Negara bagian bertetangga dengan ibu kota Peking (ini adalah perpindahan dari ibu kota Kaisar Hung Wu. Ayahanda Kaisar Yung Lo, ialah nanking) dengan memakai nama Maulana Insan Kamil.
Pada satu waktu beliau dapat kehormatan menghadap Kaisar Hong Gie, putra mahkota Kaisar Yung Lo dari Dinasti Ming setelah Yung Lo wafat Hong Gie menggantkan kedudukan ayahandanya putri Ong Tin (1368 M – 1642M). pemerintahannnya dibantu oleh Jendral Cheng Ho dan sekretaris – sekretaris Kerajaan yang beragama Islam, ialah Ma Huan dan Fei Hsin. Kebetulan beliau bertemu pandang dengan seorang putri Kaisar, bernama Ong Tien. Putri ini jatuh cinta pada beliau, akan tetapi Kaisar tidak merestuinya dan Sunan Gunung Jati dipersona non gratakan, lalu ke luar dari negeri Cina terus pulang ke Cirebon. Akan tetapi putri Ong Tien bersikeras tetap pada keinginannya. Kaisar terpaksa mengizinkannya. Dengan membawa barang-barang berharga dari Istana negeri Cina, HOngkong, piring-piring panjang kuno dan lain sebagainya yang sehingga kini masih berada di Astana Agung Gunung Jati Cirebon. Putri bertolak dengan menumpang kapal layar Kerajaan Cina ke negeri Cirebon dengan dikawal oleh Panglima Lie Guan Cang dan nahkoda Lie Guan Hien. Separoh dari pengiringnya bersama Panglima Lie Guan Cang berlayar pulang kembali ke negeri Cina dan singgahsebentar di Palembang.
Setelah dating di Cirebon dari negeri Cina Sunan Gunung Jati menikah dengan putri sulung dari Cri Mangana Embah Kuwu Cirebon yang bernama Ratu Mas Pakungwati, kemudian Cri Mangana menyerahkan seluruh daerah Cirebon kepada Sunan  Gunung Jati. Lalu beliau bertolak ke Luragung dengan maksud meng-Islamkan Raja Luragung dengan seluruh pembesar dan rakyatnya agar dengan sukarela masuk agama Islam dan berhasil.
Selagi Sunan Gunung Jati masih berada di Luragung dengan disertai oleh Raja dan Pembesar-pembesar Negara Luragung, putri Ong Tien berlabuh di Muara Jati Pasambangan Cirebon dan segera menyusuldengan segenap pengiringnya ke Luragung. Setelah dating di Luragung Putri dan pengiringnya masuk agama masuk Islam dan ia beralih nama dengan Ratu Mas Rarasumanding.
Kemudian pernikahan terjadi antara Sunan Gunung Jati dengan Ratu Mas Rarasumanding. Sesudah berese segala-galanya Sunan Gunung Jati dengan istri dikawal oleh pengiring putri yang telah masuk Islam, pulang ke Cirebon. Ratu Mas Rarasumanding tidak panjang usia. Setelah empat tahun menetap di Cirebon Ratu Mas Rarasumanding meninggal dunia tanpa putra dan dimakamkan di Astana Agung Gunung Jati Cirebon. Ia mempunya seoerang anak angkat yang bernama Pangeran Kuningan, seorang Bayi Raja Luragung, hasil tukeran dengan bokor kuningan bawaannya dari negeri Cina, dibesarkan oleh Gdheng Kemuning Kuningan dan kelak menjadi Adipati Kuningan bawahan Cirebon, pula diakui sebagai putra Sunan Gunung Jati.
Kemudian baik dengan perang maupun tanpa perang berturut-turut menggabungkan diri kepada Cirebon: Luragung, Kuningan. Pajajaran, Kawunganten/Banten, Telaga, Rajagaluh, Indramayu, Karawang, dan Sunda Kelapa.
Setelah Pakuan Pajajaran dan setelah agama islam merata di seluruh Jawa Barat, berdirilah dua Negara Islam di Jawa Barat ialah Cirebon dan Banten.
Sebagai Sultan pertama Banten adalah Sultan Hasanuddin, seorang putra Sunan Gunung Jati dari Ibu putri Banten, dengan catatan bahwa Banten berstatus sebuah protektorat Cirebon dan setelah Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568M, barulah Kesultanan Banten merdeka.
Pada tahun 1527M, sebuah armada perang Portugis dipukul mundur oleh gabungan tentara Cirebon dan Demak di bawah komando Panglima-panglima Fadhilah Khan/Faletehan, Pangeran Carbon, Adipati Suranenggala dan Adipati Cangkuang dari Bandar Sunda Kelapa yang kemudian beralih nama dengan Jayakarta sebagai datum dan do’a pula, ialah semoga Negara seterusnya dalam keadaan jaya dan karta/aman.
Sebagai BUpati/Adipati pertama Jayakarta diangkatnya Fadhilah Khan/Faletehan oleh Sunan Gunung Jati.
Read More

SEJARAH CIREBON (RAJA BANJARANSARI)


sejarah cirebon
Beberapa abad kemudian tidak ada lagi berita-berita baru pada kira-kira awal abad ke -7 timbullah sebuah kerajaan Banjaransari di daerah Rawa Lakbok, Banjar dan Ciamis. Istana rajanya sekarang masih ada patilasannya, ialah petilasan Pameradan Ciungwanara, terletak antara Ciamis dan banjar.
                Rajanya bernama Raja Adimulya, waktu kecil disebut Pangeran Lelean Anom. Diceritakan oleh leluhur-leluhur turun temurun, bahwa Raja Adimulya memerintah dengan adil dan bijaksana. Waktu itu Banjaransari mengalami zaman ke-emasannya. Rakyatnya tenteram dan makmur. Rakyatnya menganut agama Sang Hiang/Hindu-Budha.
                Pelabuhannya yang terutama dan ramai dilabuhi oleh perahu-perahu dan kapal layar dagang dari berbagai Negara, ialah yang sampai sekarang disebut Pelabuhan Ratu di Pantai Lautan Indonesia. Bandar lain-lainnya adalah Teluk-teluk Banten, Sunda Kelapa dan Muara Jati Pasambangan Caruban/Cirebon.
                Setelah Raja Adimulya wafat, lalu Raja Ciungwanara, seorang putra sulungnya, naik tahta. Kemudian setelah Raja Ciungwanara, pemerintahan dilanjutkan oleh seorang putri sulungnya, ialah Ratu Purbasari. Ratu Purbasari ini membangun dan memindahkan ibu kotanya ke Pakuan sekitar Bogor dan negaranya beralih nama dengan nama Pajajaran. Dalam pemerintahannya telah ditemukan makanan pokok lagi ialah padi. Sebelumnya, makanan pokok rakyat Pajajaran adalah jawawut, Pulau Jawa dulunya dinamakan Jawa Dwipa, yang berarti jawawut adalah dwitunggalnya padi. (jawawut loroning pari). Ini suatu petunjuk disamping jawawut ada lagi semacam makanan yang bernama padi. Ternyatalah dalam pemerintahan Ratu Purbasari padi itu diketemukan.
                Kemudian setelah Ratu Purbasari, berturut-turutnaik tahta putra-putra keturunannya, ialah :
-          Raja Linggahiang
-          Raja Linggawesi
-          Raja Wastukencana
-          Raja Susuktunggal
-          Raja Banyaklarang
-          Raja Banyakwangi
-          Raja MUndingkawati
-          Raja Anggalarang dan
-          Prabhu Siliwangi
Prabhu Siliwangi ini menikahi seorang putri Mangkubumi Singapura/Meretasinga Caruban bernama Rara Subang Larang, yang telah memeluk agama Islam dan beberapa tahun mesantren di Pengguron Islam Syekh Kuro Karawang, dengan syarat meniah secara islam, yang mana Syekh Kuro yang beretindak sebagai penghulunya dan didudukkan di Keraton Pakuan Pajajaran sebagai permaisuri dan diperkenankan tetap melakukan sembahyang lima waktu. Permaisuri Rara Subang Larang dari Prabhu Siliwangi dianugrahi tiga orang putra, ialah :
-          Pangerang Walangsungsang Cakrabuana
-          Ratu Mas Lara Santang dan
-          Pangeran Raja Sengara/Kian Santang
Ketiga putra inilah cikal bakal dan purwanya sebagian besar rakyat Pajajaran memeluk agama islam. Dan akhirnya Pajajaran agama Sang Hiang/Hindu-BUdha lenyap dari muka bumi sebagai Negara dan diteruskan oleh Caruban/Cirebon sebagai Negara yang beragama Islam. Dengan perkataan lain Pajajaran adalah awal Cirebon, Cirebon adalah akhir Pajajaran. Pula Cirebon adalah jadi kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa dan Demak adalah Kerajaan Islam Keduanya.
                Pada tahun 1479 M, Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dengan restu Pangeran Cakrabuana dan Dewan Wali sanga yang diketuai oleh Sunan Ampel telah menghentikan hulu bekti/upeti kepada Pajajaran, yang berarti Cirebon pada waktu itu telah memploklamirkan kemerdekaanya, sedangkan Demak baru setelah jatuhnya Majapahit yang teakhir pada tahun 1517 M. dengan dinobatkannya Pangeran Patah sebagai Sultan DEmak yang pertama oleh Dewan Wali Sanga yang diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatulloh setelah Sunan Ampel wafat.
Read More

Monday, November 26, 2018

Sejarah Cirebon (Pra Sejarah)


1.     PRA SEJARAH 
            Menurut Prof. KERN sejak ± tahun 2000 SM telah terjadi perpindahan dahan bangsa tiga kali dari Indo-CIna ke Indonesia. 
            Menurut Syekh Subakir, seorang pendeta di Keling pada waktu itu, yang berbudi pekerti luhur dan berilmu tinggi, berasal dari Bisan-thium/Kerajaan Roma Timur, beribu kota di Constantinopel/Istambul (orang Jawa menyebutnya denga Rum Turki), yang terakhir telah terjadi perpindahan bangsa adalah dari keling, terdiri dari ± 2.000 keluarga yang dipimpin langsung olehnya mendarat di beberapa tempat di Jawa Barat, terus lambat laun memasuki padalemanya. Tempat-tempat ini kemungkinan adalah Teluk Jakarta dan Pulo Gadung, yang sekarang menjadi Bandar Sunda Kelapa dan akhirnya menjadi Ibu kota Republik Indonesia Jakarta, dipinggir-pinggir Kali Cisadane dan Citarum, yang sekarang diantaranya menjadi Kota Bogor, di Pesambangan Gunung Jati Cirebon Desa Jatimerta di Muara Jati/Alas Konda pantai laut Jawa yang sekarang masih ada, di Teluk Banten yang sekarang menjadi kota Banten lama, di Pelabuhan Ratu daerah Rawa Lakbok, Banjar dan Ciamis. Ini terjadi pada ± tahun 87 M, yang didatumi sejak itu dengan tahun I (satu) babad Zaman/Anno Jawa, yang sekarang sudah mencapai tahun 1906 Anno Jawa/1974 M.
           Kemudian mereka melalui proses zaman berkembang biak terus sehingga akhirnya pada ± tahun 450 M, di suatu daerah di Kali Cisadane, daerah Bogor timbullah kerajaan yang tertua di Jawa Barat, Tarumanegara dengan Rajanya Purnawarman. Disini terdapat batu-batu bersurat yang menceritakannya. Nama Tarumanegara masih terdapat dalam nama kali Citarum. Pada dua batu digambar telapak kaki raja tersebut, sebagai penghormatan menjungjung tinggi dan mengharum-abadikan raja. Tercatat pula pada batu itu bahwa raja Purnawarman menghadiahkan 1000 ekor sapi kepadapara pertapa. Pula diketemukan batu tulis di dekat desa Tugu/Tanjung Priok, bertuliskan bahwa raja Purnawarman memerintahkan menggali saluran sepanjang ± 11 Kilometer.
            Mungkin untuk pengairan atau pelayaran. Mata pekasabannya yang terutama adalah pertanian dan subur sekali. Ada berita pula tentang Tarumanegara dari seorang musafir Cina, Fa Hien namanya. Dalam pelayarannya pulang dari India ke Negara Cina, ia singgah di Tarumanegara. Menurut Fa Hien disitu tidak banyak terdapat oemeluk agama Budha, kebanyakan rakyatnya masih memeluk agama Hindu dengan Batara Wisnu sebagai Dewa Tertinggi. Diceritakan pula olehnya, bahwa pada waktu itu sudah ada hubungan dagang antara Tarumanegara dengan Negara Cina. 
  
Kutipan Buku Sejarah Cirebon P.S. Sulendraningrat PN Balai Pustaka, Jakarta 1985
Read More