Pada tahun 1302 Anno Jawa di Pantai
PUlau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan
Kerajaan Pajajaran yang masing-masing dikepalai oleh seorang Mangkubumi. Ketiga
daerah otonom itu adalah :
a. Singapura/Mertasinga yang dikepalai
oleh Mangkubumi Singapura
b. Pesambangan, yang dikepalai oleh Ki
Ageng Jumajan Jati dan
c. Japura, yang dikepalai oleh Ki Ageng
Japura
Ketiga otonom ini mengirimkan bulu
bekti/Upeti saban tahunnya kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Di sebelah selatan ( ± KM dari Kota Cirebon sekarang ) ada sebuah kerjaan kecil yang disebut
Kerajaan Raja Galuh, dengan Kepala Negaranya bernama Prabu Cakraningrat.
Kerajaan ini meliputi pula Palimanan dengan Mangkubuminya Dipati Kiban.
Daerah Palimanan kebetulan
perbatasan dengan daerah otonom Pasambangan/Caruban Larang (Caruban
Pantai/Pesisir dan Caruban Girang)
Caruban Larang mempunyai pelabuhan
yang sudah ramai dan mempunyai sebuah mercusuar untuk memberi petunjuk tanda
berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara
Jati (sekarang disebut Alas Konda)
Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh
perahu-perahu pedagang dari berbagai Negara, terutama ketika Ki Ageng Tapa
sebagai Syah Bandar Pelabuhan tersebut, antara lain: Pedagang-pedagang dari :
Arab, Persi, India, Malaka, Tumasik (Singapore), Paseh, Wangkang/Negara Cina,
Jawa Timur, Madura, Palembang dan BUgis/Sulawesi dan lain-lain.
Sebelah Timur dari Pasambangan (±5 Km) ada sebuah daerah pantai yang luas , yang disebut “Kebon Pesisir”.
Oleh karena kebon pesisir ini berbatasan dengan Palimanan, maka Kebon Pesisir
ini diakui pula sebagai daerah jajahan Kerajaan Galuh. Daerah ini sudah ada
penghuninya, ialah seorang nelayan yang bernama Ki Danusela, yang nantinya
disebut Ki Gedeng Alang Alang, Kuwu caruban Pertama. Setelah seorang putra
mahkota terakhir dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Pangeran
Cakrabuana beserta adiknya dan istrinya yang telah memeluk agama Islam yang
masing-masing bernama Rara Santang dan Indhang Ayu membangun sebuah dukuh di
Kebon Pesisir ini, yang semula kelak
disebut “Syarumban” yang berarti pusat/centrum dari percampuran penduduk dari
berbagai daerah, yang selanjutnya disebut “Caruban”, Carbon, Cerbon, Crebon,
kemudian Cirebon. OLeh penduduk nya di sebut Negara Gede, yang kemudian di
ucapkan menjadi Garage Grage. Sedangkan oleh para Wali Sanga Cirebon di sebut
Negara Puser Bumi,Negara yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa. Membangun
dukuh ini terjadi pada 1 SURA 1445 M. oleh pangeran cakrabuana. Tahun ini di
dapat dari sejak keluarnya Pangeran Cakrabuana.beserta adiknya dari istana
Pakuan Pajajaran pada tahun 1442 M., selama 9 bulan dalam perkelanaannya dan
Pangeran Cakrabuana waktu berguru di pengguron Islam Syekh Nurul Jati di Gunung
Amparan Jati 2 tahun.
Tak lama
kemudian setelah Caruban di bawah pemerintah Pangeran Cakrabuana (sebagai Embah Kuwu Caruban 11, bergelar Cri
Mangana), Ibu Kota Caruban Larang ialah Pesambangan pindah ke Caruban. Sejak Ki
Ageng Tapa Mangkubumi Singapura wafat, juga secara lambat laun Pelabuhan Muara
Jati pun berpindah ke Pelabuhan Cirebon yang sekarang di sebut Pelabuhan
Tanjung Mas. Dari sinilah kami, Lembaga Kebudayaan Wilayah 111 Cirebon,
berpegang kepada datum (titi mangsa) dari Hari Jadi/Hari Mula Jadi Cirebon
sekaligus untuk kotamadya Cirebon dan seluruh wilayah Cirebon pada 1 SURA 1302
Anno Jawa. Dengan sendirinya Cirebon sekarang telah berusia 603 tahun, yaitu
dari 1 Sura 1302 A.J – 1906 A.J.
Pada tahun
1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon yang bersemayamdi Kraton
Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaanya kepada Sunan Gunung Jati
(sinuhun Jati Purba) seorang kemenakan
dan menantu Pangeran Cakrabuana dari Ibu Ratu Mas Rara Santang yang bersuamikan
Sultan Mesir yang bernama Sultan Makhmud Syarif Abdullah, seorang keturunan
ke-21 dari Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini juga Sunan Gunung Jati
menghentikan bulu bekti/upeti kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran
Sejak
inilah Cirebon menjadi Negara merdeka yang bercorak Islam. Pula Negara Cirebon
menjadi Negara merdeka dan bercorak Islam ini disempurnakan kedaulatannya
dengan dikalahkan perangnya Raja Galuh oleh Caruban pada tahun 1528 M.
Setelah
wafatnya Prabhu Siliwangi pada tahun 1428 M, Tahta kerajaan, jatuh kepada
Pangeran Cakrabuana sebagai putra Mahkotanya. Pangeran Cakrabuana menyerahkan
Tahta kerajaan tersebut kepada Sunan Gunung Jati. Sejak inilah kedaulatan
Kesultanan Cirebon yang bercorak Islam itu merata ke segenap bekas wilayah
Pajajaran dengan perkataan lain Pajajaran adalah awal Cirebon dan Cirebon
adalah akhir Pajajaran.
Bukti-bukti
atau data-datanya hingga sekarang masih ada di Astana Agung Gunung Jati
Cirebon, diantaranya adalah : sebuah Mande Pajajaran/sebuah balai besar yang di
tengahnya bercokol/berdiri sebuah kursi singgasana Kerajaan tempat duduk Sang
Prabhu, setiap kali membicarakan dan memutuskan soal-soal kenegaraan dengan
para pemuka Rakyat dan para Wiku. Ada pula sebuah lampu kerajaan istana Pakuan
Pajajaran, yang diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun. Lampu Kerajaan
Pakuan Pajajaran ini mempunyai arti simbolik ialah merupakan Nur/Cahaya yang
bermakna souverainitas/kedaulatan Kerajaan Pajajaran sejak itu diteruskan oleh
Cirebon.
Pada tahun
1526 M. dibangunlah protektorat Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati dengan
Kepala Negaranya Pangeran Sabakingkin bergelar Sultan Hasanuddin, seorang putra
Sunan Gunung Jati dari Ibu seorang putri Banten.
Setelah
wafatnya Sunan Gunung jati pada tahun 1568M, barulah Banten merdeka dan
berdaulat.
Siasat
strategi penyebaran Agama Islam dari misi-misi Islam, yang kebanyakan tokoh
misi-misi Islam ini adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW telah lama
direncakan meluas ke Asia Khususnya Asia Tenggara. Setelah Kholifah-kholifah 4
dari Nabi Muhammad SAW dan wafatnya Wali Kutub Syekh Abdul Qodir Jaelani untk
daerah Magrib/ daerah barat yang berkedudukan di Baghdad, para tokoh misi-misi
Islam ini menghendaki mengangkat seorang Wali Kutub lagi di daerah Masrik/
daerah timur ialah Sunan Gunung Jati berkedudukan di Cirebon.
Tentu saja
perjalanan para tokoh/para misi Islam ini dengan perahu-perahu para pedagang
yang menyinggahi berbagai tempat, misalnya Gujarat pantai Koromandel,
Semenanjung Melayu, Paseh, Cempa, Tumasik, Jawa Timur, dan lain-lain.
Tokoh-tokoh misi-misi Islam ini di Jawa disebut para Wali pada umumnya dan
“Wali Sanga” pada Khususnya. Justru pulau Jawalah yang harus dikepung oleh
tokoh-tokoh misi-misi Islam, oleh karena di Pulau Jawa ada dua kerajaan besar
dan kuat, ialah Majapahit dan Pajajaran, yang bercorak bukan Islam (Hindu-Budha),
yang kekuasaanya berdasarkan agama tersebut meliputi seluruh Nusantara.
Pengepungan terjadi di Utara di semenanjung Melayu, di Barat Kesultanan Aceh
dan Palembang, di TImur Kalimantan dan Sulawesi.
Setelah
tokoh-tokoh misi-misi Islam ini merasa pengepungannya sudah kuat, maka beberapa
tokoh misi-misi Islam ini menerobos masuk ke Pulau Jawa, misalnya Syekh Quro di
Karawang, Syekh Nurul Jati di Gunung Jati dan Sunan Ampel Dhenta di Ampel
Gading Surabaya.
Permulaan tindakan
serempak dari para tokoh dan para misi Islam ini, setelah Cirebon menjadi
Negara merdeka bercorak Islam.
Ternyata
akhirnya para tokoh misi-misi Islam ini berhasil dengan gilang gemilang pula
setelah Kerajaan majapahit jatuh ditangan para Wali dan terbentuknya Kesultanan
Demak pada tahun 1517M, sehingga mayoritas penduduk Indonesia kini beragama
Islam.
Pada tahun
1479 M. beberapa misi-misi Islam dari Bagdhad, Mekah, Mesir dan Syria (ini
adalah wajar sekali beliau-beliau berdatangan dari Barat menilik kelahiran
Agama Islam adalah dari sebelah Barat Indonesia adalah Mekah) setelah mereka
berkumpul di Pulau Jawa dalam rangka expansi agama Islamnya, membentuk sebuah
Dewan Wali Sanga yang diketuai semula oleh Sunan Ampel dan setelah Sunan Ampel
wafat, Dewan Wali Sanga ini diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syarif
Hidayatullah.
Kemudian
pada tahun itu juga Dewan Wali Sanga memproklamirkan Cirebon sebagai Negara
yang beragama Islam Merdeka untuk basis penyebaran aga Islamnya.
Tempat
persidangan untuk khusus dan umum adalah pada umumnya di Masjid Agung Cirebon
yang sekarang.
Adapun
personalianya adalah :
Sunan
Gunung Jati Syarif Hidayatullah sebagai ketua.
1.
Sunan
Ampel Almarhum/tidak digantikan
2.
Sunan
Bonang
3.
Sunan
Undung/setelah gugur digantikan oleh putranya :
Sunan Kudus
4.
Sunan
Giri
5.
Sunan
Kalijaga
6.
Sunan
Muria
7.
Syekh
Lemahabang/setelah wafat tidak digantikan.
8.
Syekh
Bentong
9.
Syekh
Majagung
Sunan Ampel
Almarhum tidak mengalami jatuhnya Majapahit dan berdirinya Kesultanan Demak.
Sunan
Gunung jati sebagai Kepala Negara Cirebon bergelar:
“Ingkang Sinuhun
Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Penata Agama Awliya Allah Kutubid Zaman
Kholifatur Rosullulah SAW”, yang bersemayam di Kraton Pakungwati/Kraton
Kasepuhan Ibu Kota Cirebon.
Pada
sementara itu di Karawang telah dibuka sebuah Pengguron Islam oleh Syekh Quro,
di pantai Palimanan (Cirebon sekarang) di Gunung Jati sebelah Utara Gunung
Sembung Cirebon telah timbul Pengguron Ilam dari Syekh Nurul Jati. Kemudian
beliau menyerahkan Pengguron itu untuk diteruskan oleh seorang muridnya, Syekh
Datuk Khafid, seorang adik dari Pangeran Panjunan hingga wafatnya disitu.
Sedangkan di Jawa Timur di Ampel dan Gresik teah dibuka pula Pengguroan Islam
oleh Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum
tahun 1479M. Sunan Gunung Jati mengembangkan Agama Islam ke berbagai daerah
bahkan ke negeri Cina, menetap sementara lama disalah satu Ibu Kota Negara
bagian bertetangga dengan ibu kota Peking (ini adalah perpindahan dari ibu kota
Kaisar Hung Wu. Ayahanda Kaisar Yung Lo, ialah nanking) dengan memakai nama
Maulana Insan Kamil.
Pada satu
waktu beliau dapat kehormatan menghadap Kaisar Hong Gie, putra mahkota Kaisar
Yung Lo dari Dinasti Ming setelah Yung Lo wafat Hong Gie menggantkan kedudukan
ayahandanya putri Ong Tin (1368 M – 1642M). pemerintahannnya dibantu oleh
Jendral Cheng Ho dan sekretaris – sekretaris Kerajaan yang beragama Islam,
ialah Ma Huan dan Fei Hsin. Kebetulan beliau bertemu pandang dengan seorang
putri Kaisar, bernama Ong Tien. Putri ini jatuh cinta pada beliau, akan tetapi
Kaisar tidak merestuinya dan Sunan Gunung Jati dipersona non gratakan, lalu ke
luar dari negeri Cina terus pulang ke Cirebon. Akan tetapi putri Ong Tien
bersikeras tetap pada keinginannya. Kaisar terpaksa mengizinkannya. Dengan
membawa barang-barang berharga dari Istana negeri Cina, HOngkong, piring-piring
panjang kuno dan lain sebagainya yang sehingga kini masih berada di Astana
Agung Gunung Jati Cirebon. Putri bertolak dengan menumpang kapal layar Kerajaan
Cina ke negeri Cirebon dengan dikawal oleh Panglima Lie Guan Cang dan nahkoda
Lie Guan Hien. Separoh dari pengiringnya bersama Panglima Lie Guan Cang
berlayar pulang kembali ke negeri Cina dan singgahsebentar di Palembang.
Setelah
dating di Cirebon dari negeri Cina Sunan Gunung Jati menikah dengan putri
sulung dari Cri Mangana Embah Kuwu Cirebon yang bernama Ratu Mas Pakungwati,
kemudian Cri Mangana menyerahkan seluruh daerah Cirebon kepada Sunan Gunung Jati. Lalu beliau bertolak ke Luragung
dengan maksud meng-Islamkan Raja Luragung dengan seluruh pembesar dan rakyatnya
agar dengan sukarela masuk agama Islam dan berhasil.
Selagi
Sunan Gunung Jati masih berada di Luragung dengan disertai oleh Raja dan
Pembesar-pembesar Negara Luragung, putri Ong Tien berlabuh di Muara Jati
Pasambangan Cirebon dan segera menyusuldengan segenap pengiringnya ke Luragung.
Setelah dating di Luragung Putri dan pengiringnya masuk agama masuk Islam dan
ia beralih nama dengan Ratu Mas Rarasumanding.
Kemudian
pernikahan terjadi antara Sunan Gunung Jati dengan Ratu Mas Rarasumanding.
Sesudah berese segala-galanya Sunan Gunung Jati dengan istri dikawal oleh
pengiring putri yang telah masuk Islam, pulang ke Cirebon. Ratu Mas
Rarasumanding tidak panjang usia. Setelah empat tahun menetap di Cirebon Ratu
Mas Rarasumanding meninggal dunia tanpa putra dan dimakamkan di Astana Agung
Gunung Jati Cirebon. Ia mempunya seoerang anak angkat yang bernama Pangeran
Kuningan, seorang Bayi Raja Luragung, hasil tukeran dengan bokor kuningan
bawaannya dari negeri Cina, dibesarkan oleh Gdheng Kemuning Kuningan dan kelak
menjadi Adipati Kuningan bawahan Cirebon, pula diakui sebagai putra Sunan
Gunung Jati.
Kemudian
baik dengan perang maupun tanpa perang berturut-turut menggabungkan diri kepada
Cirebon: Luragung, Kuningan. Pajajaran, Kawunganten/Banten, Telaga, Rajagaluh,
Indramayu, Karawang, dan Sunda Kelapa.
Setelah
Pakuan Pajajaran dan setelah agama islam merata di seluruh Jawa Barat,
berdirilah dua Negara Islam di Jawa Barat ialah Cirebon dan Banten.
Sebagai
Sultan pertama Banten adalah Sultan Hasanuddin, seorang putra Sunan Gunung Jati
dari Ibu putri Banten, dengan catatan bahwa Banten berstatus sebuah protektorat
Cirebon dan setelah Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568M, barulah
Kesultanan Banten merdeka.
Pada tahun
1527M, sebuah armada perang Portugis dipukul mundur oleh gabungan tentara
Cirebon dan Demak di bawah komando Panglima-panglima Fadhilah Khan/Faletehan,
Pangeran Carbon, Adipati Suranenggala dan Adipati Cangkuang dari Bandar Sunda
Kelapa yang kemudian beralih nama dengan Jayakarta sebagai datum dan do’a pula,
ialah semoga Negara seterusnya dalam keadaan jaya dan karta/aman.
Sebagai
BUpati/Adipati pertama Jayakarta diangkatnya Fadhilah Khan/Faletehan oleh Sunan
Gunung Jati.